1. Pengertian
dan Konsep Administrasi Pendidikan
Pengertian Administrasi Pendidikan
Administrasi Pendidikan Dalam Profesi Keguruan merupakan
kegiatan pendidikan untuk mengembangkan kemampuan dalam bidang administrasi. Ilmu pengetahuan, teori belajar dan ketrampilan yang
dilaksanakan bertujuan jangka panjang yaitu agar tenaga administrasi, manajemen
maupun mengembangkan ilmu yang telah dipelajari dan dipraktekkan di sekolah.
Kata
“administrasi” berasal dari bahasa latin yang terdiri atas kata ad dan ministrare. Kata ad mempunyai arti yang sama
dengan kata to dalam bahasa
inggris, yang berarti “ke” atau “kepada”. Dan ministrare
sama artinya dengan kata to serve
atau to conduct yang berarti
“melayani”, “membantu”, atau mengarahkan”. Dalam bahasa inggris to administer berarti pula
“mengatur”, “memelihara” (to look after), dan “mengarahkan”.
Jadi,
kata “administrasi” dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau usaha untuk
membantu, melayani, mengarahkan, atau mengatur semua kegiatan di dalam mencapai
suatu tujuan.
Administrasi
pendidikan ialah segenap proses pengerahan dan pengintegrasian segala sesuatu,
baik personel, spiritual maupun material, yang bersangkut paut dengan
pencapaian tujuan pendidikan. Jadi, di dalam proses administrasi pendidikan
segenap usaha orang-orang yang terlibat di dalam proses pencapaian tujuan
pendidikan itu diintegrasikan, diorganisasi dan dikoordinasi secara efektif, dan
semua materi yang diperlukan
Administrasi
pendidikan adalah suatu proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang
pendidikan yang meliputi : perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pelaporan, pengkoordinasian, pengawasan dan pembiayaan, dengan menggunakan atau
memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik personel, materiil, maupun
spiritual, untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.Atau
secara lebih singkat dapat juga dikatakan : administrasi pendidikan ialah
pembinaan, pengawasan, dan pelaksanaan
segala sesuatu yang berhubungan dengan urusan-urusan sekolah.
Jadi,
administrasi pendidikan itu mencakup kegiatan-kegiatan yang luas, yang meliputi
antara lain kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan, dan
sebagainya, yang menyangkut bidang-bidang materil, personel dan spiritual dalam
bidang pendidikan pada umumnya, dan khususnya pendidikan yang diselenggarakan
di sekolah-sekolah.
Administrasi
pendidikan seringkali disalahartikan sebagai semata-mata ketatausahaan
pendidikan. Mendefinisikan administrasi pendidikan tidak begitu mudah karena ia
menyangkut pengertian yang luas. Untuk itu marilah kita lihat administrasi
pendidikan dari berbagai aspeknya, agar kita dapat memahaminya dengan lebih
baik.
Pertama,
administrasi pendidikan mempunyai pengertian kerja sama untuk mencapai tujuan
pendidikan. Seperti kita ketahui tujuan pendidikan itu merentang dari tujuan
yang sederhana sampai tujuan yang kompleks tergantung ruang lingkup dan tingkat
pengertian pendidikan yang dimaksud. Kerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan
dengan berbagai aspeknya ini yang dapat dipandang sebagai administrasi
pendidikan.
Kedua,
administrasi pendidikan mengandung pengertian proses untuk mencapai tujuan
pendidikan. Proses itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pemantauan dan penilaian. Perencanaan meliputi
kegiatan menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapainya, berapa lama,
berapa orang yang diperlukan, dan berapa banyak biayanya. Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas-tugas
kepada orang yang terlibat dalam kerja sama pendidikan. Pengarahan diperlukan agar kegiatan yang dilakukan bersama itu itu
tetap melalui jalur yang telah ditetapkan, tidak terjadi penyimpangan yang
dapat menimbulkan pemborosan. Suatu kerja sama juga proses pemantauan (monitoring) yaitu suatu kegiatan untuk mengumpulkan
data dalam usaha mengetahui sudah sampai seberapa jauh kegiatan pendidikan
telah mencapai tujuannya. Pemantauan dilakukan untuk mendapatkan bukti-bukti atau
data dalam menetapkan apakah tujuan tercapai atau tidak.
Ketiga,
administrasi pendidikan dapat dilihat dengan kerangka berpikir sistem. Sistem
adalah keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian dan bagian-bagian itu
berinteraksi dalam suatu proses untuk mengubah masukan menjadi keluaran. Jika
kita melihat administrasi pendidikan sebagai sistem maka kita berusaha melihat
bagian-bagian sistem itu serta instruksinya satu sama lain.
Keempat,
administrasi pendidikan juga dilihat dari segi manajemen.
Kelima,
administrasi pendidikan juga dilihat dari segi kepemimpinan. Ini merupakan
usaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana kemampuan administrasi pendidikan
itu, apakah ia dapat melaksanakan Tutwuri Handayani, Ing Madya Mangun Karso dan
Ing Ngarso Sungtulodo dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Keenam,
administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari proses pengambilan keputusan.
Dalam melaksanakan tugasnya setiap saat guru harus mengambil keputusan apa yang
terbaik bagi muridnya. Karena mengambil keputusan selalu ada resikonya, maka
guru harus mempelajari bagaimana mengambil keputusan yang baik. Administrasi
pendidikan merupakan ilmu yang dapat menuntun pengambilan keputusan yang baik.
Ketujuh,
administrasi pendidikan juga dilihat dari segi komunikasi.
Kedelapan,
administrasi seringkali diartikan dalam pengertian yang sempit yaitu kegiatan
ketatausahaan yang intinya adalah kegiatan rutin catat-mencatat dan sebagainya.
Pengertian demikian tidak terlalu salah, hanya yang perlu diingat, kegiatan
tata usaha itu tidak seluruhnya mencerminkan pengertian administrasi. Namun
secara singkatnya, administrasi pendidikan itu ialah pembinaan, pengawasan, dan
pelaksanaan dari segala sesuatu yang berhubungan dengan unsur-unsur sekolah.
Administrasi sekolah adalah
pekerjaan yang sifatnya kolaboratif, artinya pekerjaan yang didasarkan atas
kerja sama, dan bukan bersifat individual. Oleh karena itu, semua personel
sekolah termasuk guru harus terlibat.Telah disebutkan bahwa tugas utama guru
yaitu mengelola proses belajar mengajar dalam suatu lingkungan tertentu, yaitu
sekolah. Guru harus memahami apa yang terjadi di lingkungan kerjanya. Di
sekolah guru berada dalam kegiatan administrasi sekolah.
Beberapa pengertian mengenai administrasi
pendidikan , yaitu:
Sutisna (1993:19)
mengemukakan bahwa administrasi pendidikan dapat kiranya dilukiskan sebagai
“mengkoordinasikan upaya orang-orang ke arah tercapainya tujuan-tujuan
organisasi dengan efektif dan efesien”.
Rumusan ini menyoroti aspek-aspek
penting dari organisasi. Dalam hal ini administrasi dilukiskan memiliki arti
yang lebih luas dari apa yang biasa orang kerjakan sehari-hari atau “pekerjaan
klerk”. Administrasi yang dimaksud
menyangkut peranan dan fungsi pimpinan yang meliputi berbagai kegiatan, yang
semuanya diarahkan untuk tercapainya tujuan organisasi.
Engkoswara (1987:25)
memandang Administrasi Pendidikan sebagai suatu ilmu. Dalam hal ini dapat diartikan suatu ilmu yang
mempelajari bagaimana menata sumber daya pendidikan (manusia, sumber belajar,
dan fasilitas) untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal, dan produktif,
serta bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta
dalam pencapaian tujuan pendidikan yang disepakati bersama. Ditegaskan di sini bahwa pendidikan merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan kualitas kemandirian manusia. Keberhasilan dan kegagalan pendidikan banyak
dipengaruhi oleh Administrasi atau Manajemen Pendidikan, yang dalam hal ini
berarti mengelola, mengatur, atau menata pendidikan.
Nasution (1994: 245)
mendefinisikan administrasi pendidikan sebagai “proses keseluruhan semua
kegiatan bersama dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan semua fasilitas
yang tersedia baik personal, material maupun spiritual untuk mencapai tujuan
pendidikan”.
Nawawi
(1998:11) memandang Administrasi Pendidikan sebagai suatu proses
atau kegiatan, yang selanjutnya dikemukakan bahwa “Administrasi Pendidikan adalah serangkaian kegiatan atau seluruh
proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan
pendidikan secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan
tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal”.
Tilaar
(2001:4) menyamakan istilah administrasi pendidikan dan manajemen
pendidikan. Istilah manajemen pendidikan
diartikan sebagai “suatu kegiatan yang mengimplikasikan adanya perencanaan dan
rencana pendidikan serta kegiatan implementasinya”. Istilah manajemen ini disebut juga
“pengelolaan”.
Sergiovanni
et al (2000) mengemukakan bahwa administrasi umumnya didefinisikan
sebagai “the process of working with and through others to accomplish
organizational goals efficiently”.
Hal ini menunjukkan bahwa definisi administrasi mengacu pada proses
bekerja sama dan bekerja melalui orang lain untuk mencapai tujuan organisasi
secara efisien.
Paling
menarik adalah teori yang dahulu dikemukakan oleh Bernard (1938), Simon
(1945), dan Griffiths (1959)
bahwa administrasi adalah suatu pergeseran dari doing to deeding. Teori tersebut menunjukkan suatu proses
pergeseran yang juga melibatkan sumberdaya manusia bekerjasama dengan
sumberdaya lain yang melahirkan berbagai keputusan. Dalam hal ini dikemukakan bahwa cakupan
prinsip administrasi adalah:
1. Memprioritaskan
tujuan di atas pertimbangan pribadi dan mekanisme organisasi (priority of objectives
over machinery and personal considerations).
2. Adanya koordinasi
wewenang dan tanggung jawab
3. Adanya penyesuaian
tanggung jawab terhadap karakter pribadi (adaptation of responsibility to
the character of the personal)
4. Pengakuan terhadap
faktor-faktor psikologis manusia, dan
5. Relativitas nilai-nilai
(relativity of values)
Konsep Administrasi Pendidikan
Konsep
administrasi merujuk pada proses penyelenggaraan kegiatan yang melibatkan
sumberdaya melalui usaha kerja sama untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efeisien. Hal ini sejalan dengan apa
yang dinyatakan oleh Pfiffner (1953) bahwa “administration may be defined as
the organization of human and material resource to achieve desired ends”.
Untuk
memahami konsep-konsep yang erat hubungannya dengan administrasi pendidikan di
sekolah kita perlu menelusuri konsep sistem pendidikan nasional dans ekolah
sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional itu.
a.
Sistem Pendidikan Nasional
Sistem
pendidikan nasional memiliki definisi seperti yang tercantum dalam UU Republik
Indonesia No. 2 Tahun 1989. Tetapi supaya lebih otentik dikutip langsung pada
Bab I Pasal I Ayat 3 Undang-Undang tersebut sebagai berikut : “Sistem
Pendidikan Nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan
kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan
tercapainya tujuan pendidikan nasional”. Jika kita mengacu kepada penjelasan UU
No. 2 Tahun 1989, maka dapat kita temukan bahwa ciri dan sistem pendidikan
nasional itu adalah:
a. Berakar kepada
kebudayaan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945;
b. Merupakan suatu
kebutuhan yang dikembangkan dalam usaha mencapai tujuan nasional;
c. Mencakup jalur
pendidikan sekolah dan luar sekolah; dan
d. Mengatur jenjang,
kurikulum, penetapan kebijaksanaan (terpusat dan tak terpusat), tanggung jawab
penyelenggaraan pendidikan. Kriteria dan kedudukan penyelenggaraan pendidikan
serta kemudahan untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan peserta didik
dan lingkungannya.
Beberapa hal
lain yang kita temukan mengenai system pendidikan nasional dalam undang-undang
itu adalah :
a) System
pendidikan nasional merupakan alat dan sekaligus tujuan yang sangat penting
dalam mencapai cita-cita
b) Pendidikan
nasional dilakukan secara semesta, menyeluruh dan terpadu.
c) Pengelolaan
system pendidikan nasional tanggung jawab menteri P dan K (UUSPN No. 2/89 pasal
49)
Dari
pengertian itu dapat dikemukakan unsure-unsur penting dalam pendidikan, yaitu :
a) System
pendidikan mempunyai satuan dan kegiatan.
b) System
pendidikan nasional merupakan alat dan sekaligus tujuan yang sangat penting
dalam mencapai cita-cita
c) Sebgai suatu
system, pendidikan nasional harus dilihat sebagai keseluruhan unsure atau
komponen dan kegiatan pendidikan.
b.
Sekolah Sebagai Bagian Sistem Pendidikan
Nasional
Telah disebutkan bahwa jenjang pendidikan adalah unsur / komponen
sistem pendidikan nasional yaitu termasuk dalam komponen organisasi. Jenjang
pendidikan terdiri atas pendidikan dasar, prndidikan menengah, pendidikan
tinggi. Pendidikan dasar merupakan pendidikan Sembilan tahun, terdiri dari
program pendidikan enam tahun disekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun
disekolah lanjutan pertama (PP nomor 28 Tahun 1990). Program pendidikan S1 dan LPTK, dirancang
untuk mengajar pada jenjang pendidikan menengah, meskipun dengan kurikulum yang
fleksibel (luwes) lulusan S1 itu juga mampu mengajar pada jenjang pendidikan
dasar. Sebagai suatu unsur atau komponen sistem pendidikan nasional, sekolah
menengah harus ikut menyumbang terhadap tercapainya tujuan pendidikan nasional.
2.
Fungsi Administrasi Pendidikan
Fungsi
umum administrasi yang oleh Henri Fayol dikatakan berlaku bagi setiap
organisasi. Pada dasarnya fungsi administrasi merupakan proses pencapaian
tujuan melalui serangkaian usaha tersebut. Oleh karena itu fungsi administrasi
pendidikan dibicarakan sebagai serangkaian proses kerjasama untuk mencapai
tujuan pendidikan itu.
1.
Tujuan pendidikan menengah
Tujuan
pendidikan menengah perlu dibicarakan, dengan alas an :
a) Tujuan
pendidikan menengah merupakan jabaran dari tujuan pendidikan nasional
b) Tujuan
pendidikan menengah merupakan titik berangkat administrasi pendidikan pada
jenjang sejkolah menengah
c) Tujuan
pendidikan menengah itu juga merupakan tolak ukur keberhasilan kegiatan
administrasi pendidikan di jenjang pendidikan itu.
Tujuan khusus
SMA mencakup bidang pengetahuan, keterampilan, serta nilai dan sikap.
a) Di bidang
pengetahuan
1) Memiliki
pengetahuan tentang agama dan atau kepercayaan kepada tuhan yang maha esa
2) Memiliki
pengetahuan yang fungsional tentang fakta dan kejadian penting actual, baik
local, regional, nasional maupun internasional
3) Mengetahui
pengetahuan dasar dalam bidang matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan social, dan bahasa.
b) Di bidang
keterampilan
1) Menguasai
cara belajar yang baik
2) Memiliki
keterampilan memecahkan masalah dengan sistematik
3) Memiliki
keterampilanmengadakan komunikasi social dengan orang lain, baik lisan maupun
tulisan, dan keterampilan mengekspresikan diri sendiri
c) Di bidang
nilai dan sikap
1) Memiliki
sikap demokratis dan tenggang rasa
2) Memiiki rasa
tanggung jawab dalam pekerjaan dan masyarakat
3) Memiliki
minat dan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan
2.
Proses sebagai fungsi administrasi pendidikan
menengah
Agar
kegiatan dalam komponen administrasi pendidikan dapat berjalan dengan baik dan
mencapai tujuan, kegiatan tersebut harus dikelola melalui sesuatu tahapan
proses yang merupakan daur (siklus), mulai dari perencanaan, pengorganisassi,
pengarahan, pengkoordinasian, pembiayaan, pemantauan, dan penilaian seperti
telah disinggung secara garis besar pada bagian terdahulu. Di bawah ini akan
diuraikan proses tersebut lebih rinci. Adapun proses administrasi pendidikan
itu meliputi fungsi-fungsi sebagai berikut :
a)
Perencanaan
Perencanaan
adalah suatu proses mempersiapkan serangkaian pengambilan keputusan untuk dilakukannya
tindakan dalam mencapai tujuan organisasi.
Perencanaan
adalah pemilihan dari sejumlah alternatif tentang penetapan prosedur
pencapaian, serta perkiraan sumber yang dapat disediakan untuk mencapai tujuan
tersebut. Yang dimaksud dengan sumber meliputi sumber manusia, material, uang,
dan waktu. Dalam perencanaan, kita mengenal beberapa tahap, yaitu tahap,
a) Identifikasi
masalah,
b) Perumusan
masalah,
c) Penetapan
tujuan,
d) Identifikasi
alternatif,
e) Pemilihan
alternatif, dan
f) Elaborasi alternatif.
Perencanaan
pendidikan di pendidikan menengah dapat dibedakan atas beberapa kategori
yaitu.:
a) Menurut jangkauan waktunya,
perencanaan pendidikan di pendidikan menengah dapat dibagi menjadi perencanaan
jangka pendek, perencanaan jangka menengah, dan perencanaan jangka panjang.
b) Menurut timbulnya,
perencanaan dapat dibedakan atas perencanaan yang berasal dari bawah, berasal
dari atas,
c) Menurut sudut besarannya,
perencanaan dapat dibedakan atas perencanaan makro, perencanaan meso, dan
perencanaan mikro.
d) Menurut pendekatannya, perencanaan
dapat dibedakan atas perencanaan terpadu, perencanaan berdasarkan program,
e) Menurut pelakunya, perencanaan
dapat dibedakan atas perencanaan individual, perencanaan kelompok, dan
perencanaan lembaga.
b)
Pengorganisasian
Pengorganisasian
di sekolah dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses untuk memilih dan
memilah orang-orang (guru dan personal sekolah lainya) serta mengalokasikan
prasarana dan saran untuk menunjang tugas orang-orang itu dalam rangka mencapai
tujuan sekolah. Termasuk di dalam kegiatan pengorganisasian adalah penetapan
tugas, tanggung jawab, dan wewenang orang-orang tersebut serta mekanisme
kerjanya sehingga dapat menjadi tercapainya tujuan sekolah itu.
c)
Pengarahan
Pengarahan
diartikan sebagai suatu usaha untuk menjaga agar apa yang telah direncanakan
dapat berjalan seperti yang dikehendaki. Suharsimi Arikunto (1988) memberikan
definisi pengarahan sebagai penjelasan, petunjuk, serta pertimbangan dan
bimbingan terhadap pra petugas yang terlibat, baik secara struktural maupun fungsional
agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan lancar. Kegiatan pengarahan dapat
dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
a. Melaksanakan
orientasi tentang pekerjaan yang akan dilakukan individu atau kelompok
b. Memberikan
petunjuk umum dan petunjuk khusus, baik secara lisan atau tertulis, secara
langsung atau tidak langsung.
d)
Pengkoordinasian
Pengkoordinasian
di sekolah diartikan sebagai usaha untuk menyatupadukan kegiatan dari berbagai
individu atau unit di sekolah agar kegiatan mereka berjalan selaras dengan
anggota atau unit lainnya dalam usaha mencapai tujuan sekolah. Pengkoordinasian
dapat dilakukan melalui berbagai cara:
a. Melaksanakanpenjelasan
singkat (briefing)
b. Mengadakan
rapat kerja
c. Memberikan
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis,
d. Member umpan
balik tentang hasil suatu kegiatan
e)
Pembiayaan
Pembiayaan
sekolah adalah kegiatan mendapatkan biaya serta mengelola anggaran pendapatan
dan belanja pendidikan menengah. Kegiatan ini dimulai dari perencanaan biaya,
usaha untuk mendapatkan dana yang mendukung rencana itu, penggunaan, serta
pengawasan penggunaan anggaran tersebut.
f)
Penilaian
Dalam waktu-waktu tertentu, sekolah, pada umumnya atau anggota
organisasi seperti guru, kepala sekolah, dan murid pada khususnya harus
melakukan penilaian tentang seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan
tercapai, serta mengetahui kekuatan dan kelemahan program yang dilaksanakan.
Secara lebih rinci maksud penilaian adalah untuk:
a) Memperoleh dasar
bagi pertimbangan apakah pada akhir suatu periode kerja pekerjaan tersebut
berhasil,
b) Menjamin cara
bekerja yang efektif dan efisien,
c) Memperoleh fakta-fakta
tentang kesurakan-kesukaran dan untuk menghidarkan situasi yang dapat merusak,
serta
d) Memajukan kesanggupan
para guru dan orang tua murid dalam mengembangkan organisasi sekolah.
3.
Lingkup Bidang Garapa Administrasi Pendidikan
Menengah
Dari
uraian di atas, tampak bahwa administrasi pendidikan pada pokoknya adalah semua
bentuk usaha bersama untuk mencapai tujuan pendidikan dengan merancang,
mengadakan, dan memanfaatkan sumber-sumber (manusia, uang, peralatan, dan
waktu). Tujuan pendidikan memberikan arah kegaitan serta kriteria keberhasilan
kegiatan itu.
Untuk
memahami apa yang telah diuraikan secara lebih baik, secara ringkas perlu
ditegaskan hal-hal berikut :
a) Administrasi
pendidikan menengah merupakan bentuk kerja sama personal pendidikan menengah
untuk mencapai tujuan pendidikan menengah.
b) Administrasi
pendidikan menengah merupakan suatu proses yang merupakan daur (siklus)
penyelenggaraan pendidikan menengah, dimulai dari perencanaan, diikuti oleh
pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian tentang usaha
sekolah untuk mencapai tujuannya.
c) Administrasi
pendidikan menengah merupakan usaha untuk memalukan manajemen system pendidikan
menengah
d) Administrasi
pendidikan menengah merupakan kegiatan memimpin, mwngambil keputusan, seerta
komunikasi dalam organisasi sekolah sebagai
usaha sekolah untuk mencapai tujuannya.
Bila diamati
lebih lanjut ada beberapa hal penting yang menjadi ciri organisasi sekolah, termasuk
pendidikan menengah :
a. Adanya
interaksi (saling pengaruh) antara berbagai unsur sekolah. Interaksi itu
sendiri meliputi : interaksi yang ada di sekolah itu sendiri, interaksi antara
sekolah dengan lembaga pendidikan lainnya, interaksi antara sekolah dengan
lembaga nonkependidikan dan interaksi antara sekolah dengan masyarakat.
b. Adanya
kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan sekolah sangat banyak. Untuk mudahnya
kegiatan ini dapat ditinjau dari dua dimensi, yaitu pengajaran dan pengelolaan.
Jika dimensi itu digabungkan kita dapat membedakan kegiatan itu menjadi empat
kategori pokok dan satu kategori pendukung yang merupakan titik temu dari keempat
kategori pokok tadi, yaitu:
1) Yang
berhubungan langsung dengan pengajaran sekaligus langsung dengan pengolahan,
meliputi : kurikulum, supervisi.
2) Yang
berhubungan langsung dengan pengelolaan tetapi tidak langsung dengan pengajaran
meliputi : kemuridan, keuangan, prasarana dan sarana, kepegawaian dan layanan
khusus.
3) Yang tidak
berhubungan langsung baik dengan pengajaran maupun dengan pengelolaan :
hubungan sekolah-masyarakat (Husemas) dan BP3.
4) Yang
tidak berhubungan langsung dengan pengelolaan tetapi langsung dengan
pengajaran.
5) Kegiatan
pendukung, yaitu pengelolaan ketatausahaan yang diperlukan oleh semua kegiatan
butir 1- 4.
Administrasi pendidikan mempunyai ruang
lingkup / bidang garapan yang sangat luas. Secara lebih rinci ruang lingkup
adcministrasi pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Administrasi tata laksana sekolahHal ini
meliputi :
1) Organisasi
dan struktur pegawai tata usaha
2) Anggaran
belanja keuangan sekolah
3) Masalah
kepegawaian dan kesejahteraan personel sekolah
4) Masalah perlengkapan
dan perbekalan
5) Keuangan dan
pembukuannya
b. Administrasi personel guru dan pegawai
sekolahHal ini meliputi :
1) Pengangkatan
dan penempatan tenaga guru
2) Organisasi
personel guru-guru
3) Masalah
kepegawaian dan kesejahteraan guru
4) Rencana
orientasi bagi tenaga guru yang baru
5) Inservice
training dan up-grading guru-guru
c. Administrasi peserta didikHal ini meliputi :
1) Organisasi dan
perkumpulan peserta didik
2) Masalah
kesehatan dan kesejahteraan peserta didik
3) Penilaian
dan pengukuran kemajuan peserta didik
4) Bimbingan
dan penyuluhan bagi peserta didik (guidance and counseling)
d. Supervisi pengajaran, hal ini meliputi :
1) Usaha
membangkitkan dan merangsang semangat guru-guru dan pegawai tata usaha dalam
menjalankan tugasnya masing-masing sebaik-baiknya.
2) Usaha
mengembangkan, mencari dan menggunakan metode-metode baru dalam mengajar dan
belajar yang lebih baik.
3) Mengusahakan
cara-cara menilai hasil-hasil pendidikan dan pengajaran.
e. Pelaksanaan dan pembinaan kurikulum, hal ini
meliputi :
1) Mempedomani
dan merealisasikan apa yang tercantum di dalam kurikulum sekolah yang
bersangkutan dalam usaha mencapai dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan
pengajaran.
2) Menyusun dan
melaksanakan organisasi kurikulum beserta materi-materi, sumber-sumber dan
metode-metode pelaksanaanya, disesuaikan dengan pembaharuan pendidikan dan
pengajaran serta kebutuhan mesyarakat dan lingkungan sekolah.
3) Kurikulum
bukanlah merupakan sesuatu yang harus didikuti dan diturut begitu saja dengan
mutlak tanpa perubahan dan penyimpangan sedikitpun. Kurikulum merupakan pedoman
bagi para guru dalam menjalankan tugasnya.
f. Pendirian dan perencanaan bangunan sekolah, hal
ini meliputi :
1) Cara memilih
letak dan menentukan luas tanah yang dibutuhkan.
Mengusahakan, merencanakan dan menggunakan biaya pendirian gedung sekolah.
2) Menentukan
jumlah dan luas ruangan-ruangan kelas, kantor, gudang, asrama, lapangan
olahraga,dan sebagainya.
3) Cara-cara
penggunaan gedung sekolah dan fasilitas-fasilitas lain yang efektif dan
produktif, serta pemeliharaannya secara kontiniu.
4) Alat-alat
perlengkapan sekolah dan alat-alat pelajaran yang dibutuhkan
g. Hubungan sekolah dengan masyarakat
Hal ini
mencakup hubungan sekolah dengan sekolah-sekolah lain, hubungan sekolah dengan
instansi-instansi dan jawatan-jawatan lain dan hubungan sekolah dengan
masyarakat pada umumnya. Dari apa yang
telah diuraikan di atas, ruang lingkup yang tercakup di dalam administrasi
pendidikan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Administrasi
material, yaitu kegiatan administrasi yang menyangkut bidang-bidang materi /
benda-benda seperti :ketatausahaan sekolah, administrasi keuangan, dan
lain-lain.
2) Administrasi
personel, mencakup di dalamnya administrasi personel guru dan pegawai sekolah
dan administrasi peserta didik.
3) Administrasi
kurikulum, yang mencakup di dalamnya penyusunan kurikulum, pembinaan kurikulum,
pelaksanaan kurikulum, seperti pembagian tugas mengajar pada guru-guru,
penyusunan silabus,dan sebagainya.(Tsauri:13-16:2007) Dari segi operasional
atau bidang garapan, maka administrasi pendidikan atau administrasi sekolah
meliputi bidang-bidang:
a) Administrasi
Kesiswaan.
b) Administrasi
Pengajan
c) Administrasi
Personil Administrasi Persuratan dan Kearsipan
d) Administrasi
Keuangan
e) Administrasi
Perlengkapan
f) Administrasi
Hubungan Masyarakat
g) Administrasi
Perpustakaan
Dari penjelasan di atas maka ruang lingkup administrasi sekolah
dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok, yaitu :
1) Manajemen
administratif, meliputi proses manajemen yang pada dasarnya terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan. Ruang lingkup manajemen
seperti ini juga sering disebut sebagai proses manajemen atau fungsi manajemen.
2) Manajemen
operatif, meliputi unit-unit kegiatan dalam sebuah organisasi yang diantaranya
terdiri dari administrasi kesiswaan, administrasi pengajaran, administrasi
personil, administrasi persuratan dan kearsipan, administrasi keuangan,
administrasi perlengkapan, administrasi hubungan masyarakat serta administrasi
perpustakaan.
4.
Peranan Guru dalam Administrasi Pendidikan
Tugas utama
guru yaitu mengelola proses belajar-mengajar dalam suatu lingkungan tertentu,
yaitu sekolah. Sekolah merupakan subsistem pendidikan nasional dan di samping
sekolah, sistem pendidikan nasional itu juga mempunyai komponen-komponen
lainnya. Guru harus memahami apa yang terjadi dilingkungan kerjanya.
Di sekolah
guru berada dalam kegiatan administrasi sekolah, sekolah melaksanakan
kegiatannya untuk menghasilkan lulusan yang jumlah serta mutunya telah
ditetapkan. Dalam lingkup administrasi sekolah itu peranan guru amat penting.
Dalam
menetapkan kebijaksanaan dan melaksanakan proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengkoordinasian, pembiayaan dan penilaian kegiatan kurikulum,
kesiswaan, sarana dan prasarana, personalia sekolah, keuangan dan hubungan
sekolah-masyarakat, guru harus aktif memberikan sumbangan, baik pikiran maupun
tenaganya.
Beberapa peranan guru
Guru sebagai Perancang
Menjadi seorang administrator, berarti tugas guru ialah merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan, mengawasi dan mengevaluasi program kegiatan
dalam jangka pendek, menengah atau pun jangka panjang yang menjadi perioritas
tujuan sekolah.
Untuk mendukung terpenuhinya kebutuhan utama sekolah, maka tugas perancang
yaitu; menyusun kegiatan akademik (kurikulum dan pembelajaran), menyusun
kegiatan kesiswaan, menyusun kebutuhan sarana-prasarana dan mengestimasi
sumber-sumber pembiayaan operasional sekolah, serta menjalin hubungan dengan
orangtua, masyarakat, stakeholders
dan instansi terkait. Dalam melaksanakan tugas
pokok tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru, yaitu:
1. Mengerti dan memahami visi-misi dan tujuan lembaga sekolah atau madrasah.
Guru dapat menjabarkannya ke dalam sebuah isi (content)
kurikulum dan pembelajaran (learning),
kegiatan kesiswaan, penciptaan kultur/budaya sekolah, serta membangun penguatan
kelembagaan yang sehat dan berkualitas.
2. Mampu mengalisis data-data yang terkait masalah perubahan kurikulum,
perkembangan peserta didik, kebutuhan sumber belajar dan pembelajaran, strategi
pembelajaran, perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek)
serta informasi.
3. Mampu menyusun perioritas program sekolah secara terukur dan sistematis,
seperti proses rekuitmen siswa, masa orientasi siswa, proses pembelajaran,
hingga proses evaluasi.
Guru Sebagai Penggerak
Guru juga dikatakan sebagai penggerak, yaitu mobilisator yang mendorong dan
menggerakkan sistem organisasi sekolah. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut,
seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual dan kepribadian yang kuat.
Kemampuan intelektual, misalnya; punya jiwa visioner, jiwa kreator, jiwa
peneliti, jiwa rasional/cerdik dan jiwa untuk maju. Sedangkan kepribadian
seperti; wibawa, luwes, adil dan bijaksana, arif dan jujur, sikap objektif
dalam mengambil keputusan, toleransi dan tanggungjawab, komitmen, disiplin, dan
lain-lain.
Untuk mendorong dan menggerakkan sistem sekolah yang maju memang
membutuhkan kemampuan brilian tersebut guna mengefektifkan kinerja sumber daya
manusia secara maksimal dan berkelanjutan. Sebab jika pola ini dapat terbangun
secara kolektif dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh para guru, maka
akan muncul perubahan besar dalam sistem manajemen sekolah yang efektif. Melalui
cita-cita dan visi besar inilah guru sebagai agen penggerak diharapkan
mempunyai rasa tanggung jawab dan rasa memiliki serta rasa memajukan lembaga
sekolahnya sebagai tenda besar dalam mededikasikan hidup mereka. Sebagai
penggerak, guru bukanlah penonton melainkan pemain utama. Dikatakan pemain
utama karena profesi guru adalah pembaharu sekaligus kreator yang menciptakan
perubahan dan kemajuan sekolah. Guru harus bermakna bagi murid dan warga
sekolah. Untuk mendukung cita-cita reformasi birokrasi
dan administrasi pendidikan, seorang guru harus siap menghadapi perubahan dan
rela melakukan perubahan dalam pendidikan.
Menurut
Suparno, ada beberapa cara
bagaimana langkah yang harus ditempuh oleh guru dalam menghadapi perubahan,
yaitu :
Pertama, dari segi kognitif dan kesadaran.
Guru perlu mengerti isi perubahan dan implementasinya. Mereka perlu menyadari
bahwa perubahan itu perlu demi kemajuan pendidikan di Indonesia. Untuk itu,
sebelum mengadakan perubahan atau reformasi, guru perlu mengetahui informasi,
berdiskusi, dan belajar bersama. Mereka perlu melibatkan diri dalam pembahasan,
bukan hanya melaksanakan. Misalnya, sebelum kurikulum baru diberlakukan,
guru-guru sudah harus mengetahui informasi, mempelajari dan terlatih, sehingga
mereka mampu menguasai isi, cara, dan implementasi kurikulum. Dalam kerangka
ini, perubahan kurikulum kiranya tidak boleh sesaat diumumkan lalu berlaku;
lebih baik guru-guru disiapkan lebih dulu. Ada baiknya dibuat sekolah percobaan
untuk nantinya dievaluasi apakah kurikulum baru sungguh memajukan.
Kedua, sikap moral untuk
mau berubah. Sikap berani berubah demi kemajuan harus tertanam dan menjadi
sikap guru. Hidup ini selalu berubah, keadaan berubah, maka perubahan tidak
dapat ditolak bila kita ingin tetap hidup. Demikian juga pendidikan. Guru harus
sadar akan hal ini. Salah satu cara melatih perubahan adalah dalam mengajar,
tugas guru sering dirotasi, baik dalam hal kelas mengajar, tempat, maupun
bahan. Dengan demikian, mereka biasa mengalami perubahan. Yang juga penting
dalam hal ini adalah evaluasi kinerja guru. Bila mereka tidak mau berubah,
lebih baik tidak dinaikkan jenjangnya atau tidak dikontrak lagi. Dalam hal ini
kepala sekolah kadang lemah, tetap menilai guru baik meski sebenarnya tidak,
karena tidak sampai hati menilai jelek temannya.
Ketiga, sikap profesional. Guru bukan tukang
yang hanya menanti petunjuk, tetapi lebih sebagai seniman dan intelektual, yang
harus aktif, pro-aktif, inisiatif, dan kritis. Guru perlu disadarkan bahwa
mereka harus menjadi pembaharu dalam pendidikan. Yang juga penting dalam
kerangka profesional adalah berusaha mencintai tugas sebagai guru. Dengan
mengembangkan rasa cinta dan senang, guru akan dengan sendirinya terdorong
memajukan tugasnya. Dia tidak hanya puas mendapatkan uang, tetapi juga menjadi
senang karena dapat membantu generasi muda berkembang menjadi manusia utuh.
Maka tugas guru sering disebut sebagai "panggilan" (jalan hidup yang
dikehendaki Tuhan), yang mengembangkan baik anak didik maupun guru sendiri
sebagai pribadi. Sikap profesional lain yang amat perlu adalah on going formation guru. Untuk
berani berubah, guru perlu terus meningkatkan pendidikannya, perlu terus
belajar, karena ilmu pengetahuan yang mereka ajarkan terus berkembang. Dengan
terus belajar, guru sendiri berubah. Dengan demikian, guru diharapkan mau
menjadi agen perubahan di sekolah. Di sini pemerintah dan yayasan, yang menjadi
"atasan" guru, berkewajiban mendorong dan menyediakan fasilitas dan
kesempatan untuk on going formation
itu.
Keempat, kesejahteraan guru. Bila gaji guru tidak
cukup untuk menghidupi keluarganya, mereka pasti akan cari sambilan.
Mengharuskan mereka melakukan tugasnya yang begitu berat, kiranya tidak masuk
akal dan tidak adil. Kini, terdengar pemerintah akan menaikkan gaji guru.
Semoga bukan hanya menaikkan gaji sesaat, tetapi sungguh memikirkan
kesejahteraan guru yang layak secara menyeluruh. Kita boleh sedikit lega,
anggaran belanja negara dalam bidang pendidikan akan dinaikkan. Semoga kenaikan
itu terutama digunakan untuk membantu kesejahteraan guru.
Kelima, pendidikan guru yang lebih terbuka. Pendidikan calon guru harus lebih terbuka dan memberi
kebebasan calon guru untuk lebih aktif, kreatif, dan kritis terhadap seluruh
proses pendidikan. Suasana meniru dan membebek pada cara dan model yang ada
perlu dihilangkan dari pendidikan guru.
Keenam, pemberian kebebasan dan tanggung jawab.
Institusi baik pemerintah maupun yayasan harus memberikan kebebasan guru untuk
berinisiatif dalam melakukan tugasnya. Segala bentuk paksaan, penyeragaman, dan
tekanan yang mematikan kreativitas guru perlu dihilangkan, apalagi menakuti
guru dengan ancaman. Kepala sekolah pun harus memberi kebebasan guru untuk
melakukan tugasnya.
Guru sebagai Evaluator
Guru juga dikatakan sebagai evaluator, yaitu melakukan evaluasi/penilaian
terhadap aktivitas yang telah dikerjakan dalam sistem sekolah. Peran ini
penting, karena guru sebagai pelaku utamanya dalam menentukan pilihan-pilihan
serta kebijakan yang relevan demi kebaikan sistem yang ada di sekolah, baik itu
menyangkut kurikulum, pengajaran, sarana-prasarana, regulasi, sasaran dan
tujuan, hingga masukan dari masyarakat luas.
Seorang guru harus terus menerus melakukan evaluasi baik ke dalam maupun ke
luar sekolah, guna meningkatkan mutu pendidikan yang lebih baik. Evaluasi ke dalam
(internal) ditujukan untuk melihat
kembali tingkat keberhasilan dan kelemahan yang dihadapi sekolah, misalnya:
1. Visi, misi, tujuan dan sasaran,
2. Kurikulum,
3. Pendidik dan tenaga kependidikan,
4. Dana, sarana prasarana, regulasi, organisasi, budaya kerja dan atau
belajar.
Sementara evaluasi ke luar (eksternal)
ditujukan untuk melihat peluang dan tantangan yang dihadapi sekolah, misalnya:
1. menjaga kepercayaan masyarakat,
2. memenuhi harapan para orangtua siswa,
3. memenuhi kebututuhan stakeholders,
4. redesain era persaingan (competitive),
5. memerhatikan dampak iptek dan informasi, dan
6. pengaruh dari lingkungan sosial.
Secara teoritik, penilaian atau evaluasi merupakan aspek pembelajaran yang
paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta
variabel lain yang memilki makna apabila berhubungan dengan konteks yang hampir
tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Dalam kegiatan
proses pembelajaran, seorang guru pasti terlibat pada proses evaluasi
(penilaian), karena penilaian merupakan proses untuk menentukan tingkat
pencapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik. Sebagai evaluator, guru
harus mampu memberikan penialain yang adil, bijaksana berdasarkan proses dan
hasil pembelajaran selama kegiatan belajar mengajar.
Oleh karena itu, menurut Mulyasa, penilaian harus dilakukan dengan prosedur
yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tindak
lanjut. Mengingat kompleknya proses penilaian, guru perlu memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang memadai.
Dalam tahap persiapan terdapat
beberapa kegiatan, antara lain: penyusunan tabel spesifikasi yang di dalamnya
terdapat sasaran penilaian, teknik penilaian, serta jumlah instrumen yang
diperlukan.
Pada tahap pelaksanaan, dilakukan
pemakaian instrumen untuk menemukan respon peserta didik terhadap instrumen
sebagai bentuk hasil belajar, selanjutnya dilakukan penelitian terhadap data
yang telah dikumpulkan dan dianalisis untuk membuat tafsiran tentang kualitas
prestasi belajar peserta didik, baik dengan acuan kriteria maupun acuan
kelompok.
Prasyarat dan kemampuan lain yang harus dikuasai guru sebagai evaluator
adalah memahami teknik evaluasi, baik tes
maupun non tes yang meliputi jenis masing-masing teknik, karakteristik,
prosedur pengembangan, serta cara menentukan baik atau tidaknya ditinjau dari
berbagai segi, validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran soal.
Seorang evaluator harus berlaku objektif dan adil. Prinsip objektif dan
adil merupakan penilaian yang tidak dipengaruhi oleh faktor keakraban, atau
dendam, melainakan berdasarkan proses dan hasil yang menyeluruh, bersumber pada
kriteria yang jelas, dilaksanakan dalam suatu kondisi yang tepat, sehingga
mampu menunjukkan prestasi belajar peserta didik yang otentik. Bagi guru, penilaian
seyogyanya didesain secara rapi, frekuensi yang memadai dan berkesinambungan,
serta diadministrasikan dengan baik.
Selain menilai kegiatan proses belajar peserta didik, guru juga harus mampu
menilai dirinya sendiri. Hal ini penting karena guru merupakan perencana,
pelaksana maupun penilai program pembelajaran. Dengan begitu diharapkan
pendidik memiliki pengetahuan yang memadai tentang dirinya sendiri dan
sekaligus mengerti proses dan hasil penilaian program hasil belajar peserta
didik. Manfaat dari evaluasi adalah mengukur tingkat keberhasilan dan sekaligus
untuk memperbaiki kinerja yang akan datang.
Guru sebagai Motivator
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan penentu keberhasilan. Seorang
guru seyogyanya memerankan diri sebagai motivator murid-muridnya, teman
sejawatnya, serta lingkungannya. Kata motivasi berasal dari kata motif, yang
artinya daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan.
Konsep motif yaitu kondisi intern (kesiapsiagaan). Adapun menurut Mc. Donald,
seperti yang dikutip M. Sobry Sutikno (2009), motivasi adalah perubahan energi
dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan
didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang
dikemukakan Mc. Donald itu mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi
itu, yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai
dengan adanya feeling, dan dirangsang karena adanya tujuan. Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan
memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai.
Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak
mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas
belajar. Dalam beberapa sumber dijelaskan bahwa motivasi ada dua, yaitu:
(1)
Motivasi Intrinsik.
Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan
dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.
(2)
Motivasi Ekstrinsik.
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah
karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan
keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.
Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi
pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik.
Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan
guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran
yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat
mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya.
Lain halnya bagi siswa yang tidak ada
motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan
dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan
motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar.
Dari landasan konseptual di atas, ada
beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi
belajar siswa, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar
mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai tujuan
yang akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula
motivasi dalam belajar. Hadiah
2. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat
mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum
berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
3. Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya
untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi
yang telah dicapai sebelumnya.
4. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan
penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.
5. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses
belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau
merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.
6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.
7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik
8. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok
9. Menggunakan metode yang bervariasi, dan
10.
Menggunakan media yang
baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran
Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor yang berasal dari
dalam dan luar siswa. Faktor luar misalnya, fasilitas belajar, cara mengajar
guru, serta sistem pemberian umpan balik, dan sebagainya. Serta faktor dari dalam
siswa mencakup kecerdasan, strategi belajar, motivasi, dan sebagianya.
Dari beberapa penelitian dihasilkan bahwa prestasi belajar sangat besar
dipengaruhi oleh motivasi, baik siswa mapun gurunya. Bahkan dikembangkan model
kondisi motivasional untuk menghasilkan pembelajaran yang menarik, bermakna,
dan memberikan tantangan siswa. Model kondisi motivasional itu adalah
perhatian (attention), relevansi (revance),
kepercayaan diri (confidence), dan
kepuasan (satisfaction).
1.
Perhatian
Seorang guru harus menanamkan kepada siswanya rasa perhatian atau
rasa ingin tahu. Melalui rasa ingin tahu itulah melahirkan rangsangan motivasi
belajar yang meledak-ledak dan penuh semangat. Untuk menumbuhkan rasa ingin
tahu, seorang guru sebaiknya memancing peserta didiknya dengan hal-hal baru,
urgensitas, serta hal aneh yang mengundang penasaran mereka. Cara ini juga
disertai dengan strategi penyampaian yang menarik dan menyenangkan, memerlukan
alat/sumber belajar dan media yang efektif, serta dengan komunikasi yang
elegan, humoris, dan mantap.
2.
Relevan
Seorang guru harus mampu menghubungkan materi dengan kebutuhan dan
kondisi peserta didik. Guru dapat membangkitkan motivasi mereka dengan
menganggap bahwa apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi, atau
bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang. Kebutuhan pribadi (basic needs) dikelompokkan ke
dalam tiga kategori, yakni motif pribadi, motif instrumental dan motif
kultural.
3.
Percaya diri
Seorang guru harus mampu menunjukkan potensi dirinya dengan penuh
percaya diri didepan peserta didik. Motivasi akan meningkat apabila percaya
dirinya sedang positif, sebaliknya motivasi akan turun ketika kehilangan
kepercayaan diri tersebut.
4.
Kepuasan
Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan
kepuasan, dan siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan yang
serupa. Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi siswa, guru dapat
menggukanan pemberian penguatan (reinforment)
kesempatan berupa pujian, pemberian kesempatan, dan sebagaimannya.
Dari uraian
di atas, peran guru sebagai motivator diharapkan dapat mendorong peristiwa
belajar yang menarik dan menyenangkan siswa. Peristiwa belajar tersebut antara
lain;
1) Menimbulkan minat
dan memusatkan perhatian mahasiswa,
2) Menyampaikan
tujuan pembelajaran,
3) Mengingatkan
kembali konsep/prinsip yang telah dipelajari yang merupakan prasarat,
4) Memberikan bimbingan
belajar,
5) Memberikan umpan
balik atas pelaksanaan tugas siswa, dan
6) Mengukur/mengevaluasi
hasil belajar siswa.Tidak bisa dipungkiri bahwa peran guru dalam proses pembelajaran
memang sangat sentral. Guru mengemban tugas yang sangat strategis dalam
menjalankan peran administrasi guna meningkatkan mutu sekolah. Sosok guru
diharapkan sebagai perancang, penggerak dan motivator sistem pendidikan.
Peran
sentral guru tersebut sangat dibutuhkan untuk memahami visi-misi dan tujuan
sekolah dan menjabarkannya ke dalam sebuah isi (content)
kurikulum dan pembelajaran (learning),
kegiatan kesiswaan, penciptaan kultur/budaya sekolah, serta membangun penguatan
kelembagaan yang sehat dan berkualitas. Selain itu, guru mengalisis data-data
yang terkait masalah perubahan kurikulum, perkembangan peserta didik, kebutuhan
sumber belajar dan pembelajaran, perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (Iptek) serta informasi. Menyusun perioritas program sekolah secara
terukur dan sistematis, seperti proses rekuitmen siswa, masa orientasi siswa,
proses pembelajaran, hingga proses evaluasi.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Administrasi pendidikan bertujuan untuk mencapai tujuan
pendidikan. Pengertian administrasi pendidikan dapat dirumuskan dari berbagai
sudut pandang, seperti kerjasama, proses kerja sama, sistem dan mekanismenya,
manajemen, kepemimpinan, proses pengambilan keputusan, komunikasi dan
ketatausahaan.
Lingkup pembicaraan tentang administrasi pendidikan itu juga
tergantung pada level tujuan pendidikan yang ingin dicapai, yaitu pada tingkat
kelasa sampai pada tingkat sistem pendidikan nasional. Makin luas cakupannya
makin banyak yang terlibat dan makin kompleks permasalahannya.
2.
Saran
Adapun saran yang akan saya tulis mengenai hal-hal yang dibahas
dalam makalah ini, yakni bahwa sudah jelas administrasi pendidikan sangatlah
penting dan menunjang sekali terutama bagi para pengajar yaitu guru, dan kita
sebagai mahasiswa yang identiknya menjurus pada keguruan, harus benar-benar
memahami bagaimana administrasi pendidikan tersebut. Agar nantinya terlahir
guru-guru yang profesional atau seorang pemimpin yang benar-benar pemimpin
sejati.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. 1988. Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan. Jakarta : Ditjen Dikti.
Sondang P,
Siagian. 1985. Filsafat Administrasi. Jakarta : Gunung Agung.
Soetjipto.
2009. Profesi Keguruan. Jakarta : Rineka Cipta.
Purwanto,
Ngalim. 2005. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Neil, John D. MC. Kurikulum Sebuah Pengantar Komprehensif
[terj. Subandijah], (Jakarta: Wira Sari, 1988). hal. 180-182.
Tim Dosen IKIP Malang, Profesi Keguruan, (Malang: IKIP
Malang). hal. 6-7.
Paul
Suparno, Guru dan Reformasi Pendidikan, dalam KOMPAS, 22 Agustus 2002.
Suparlan, Menjadi Guru Efektif, (Yogyakarta:
Hikayat, 2005). hal. 60-65.
Hasbullah, Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah dan
Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press,
2006). hal. 33-35.
Mulyasa, Menjadi Guru
Profesional; Menciptakan pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung:
Rosdakarya, 2005), hal. 61.
http://www.bruderfic.or.id/
peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar-siswa.
Suciati dan Prasetya Irawan, Teori Belajar dan
Motivasi, (Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka, 2001). hal. 51